Kamis, 15 April 2010

Sumber Air Panggilan Gereja di Tengah Kota Kupang


25 Tahun Seminari Menengah St. Rafael Oepoi Kupang
Sumber Air Panggilan Gereja di Tengah Kota Kupang
Oleh Fr. Yonatas Kamlasi dan Fr. Amanche Franck OE Ninu

Oepoi adalah sebuah kawasan di pusat Kota Kupang. Oepoi, secara etimologi adalah kata dalam bahasa Dawan, Oe artinya air, Poi atau Mpoi artinya keluar, menyembul atau muncul.
Gabungan kata Oepoi ini artinya air yang muncul, air yang keluar, atau air yang menyembul, bisa juga berarti sumber air yang terus meluap dan menyembul. Di kawasan jantung kota inilah, berdiri dengan megah panti pendidikan menengah calon Imam Keuskupan Agung Kupang, Seminari Menengah Santu Rafael. Sampai hari ini, Oepoi adalah sumber air yang menyembulkan dan memunculkan putra-putra Gereja Flobamora yang terpanggil untuk menjadi imam Gereja lokal dan universal. Panti pendidikan kebanggaan umat Keuskupan Agung Kupang ini, kini memasuki usianya yang kedua puluh lima.
Menurut catatan sejarah Gereja Katolik Keuskupan Agung Kupang, Seminari ini berdiri tepat tanggal 15 Agustus 1984, saat Keuskupan Agung ini memasuki usia sweet seventeenth (17). Mgr. Gregorius Monteiro, SVD, Uskup Agung Kupang pertama adalah pendiri, perintis, dan penjasa, serta figur beriman yang meletakkan dasar bagi tegaknya Seminari Santu Rafael, sebagai jantung dan biji mata Keuskupan Agung Kupang.
Nama Rafael sebenarnya diambil dari nama salah satu malaikat dari tiga malaikat agung dalam gereja Katolik, (Mikhael, Gabriel dan Rafael). Nama ini juga didedikasikan secara khusus untuk salah seorang misionaris Portugal yang punya andil besar dalam penyebaran iman Katolik di Keuskupan Agung Kupang, yakni Pater Rafael de Viega, OP (Ordo Dominikan).
Seminari di jantung kota propinsi ini mempunyai motto sebagai spirit, jiwa, dan motivasi bagi para anak-anak calon imamnya, yakni Mens Sana in Corpore Sano ad Plantandum Semina Verbi Dei. Artinya, Di dalam Tubuh yang Sehat Terdapat Jiwa yang Kuat untuk Menanam Benih-benih Sabda Allah. Spirit ini yang terus dihidupi oleh anak-anak Malaikat Rafael, di persemaian (Seminarium) Oepoi, sumber air panggilan Gereja.

Para Pekerja yang Tekun
Pekerja pertama yang berkarya di persemaian sumber air Oepoi ini adalah seorang Imam Serikat Sabda Allah, yang kini kembali masuk dan memimpin rumah Oepoi. Dialah Pater Yulius Bere, SVD. Imam kelahiran Manumean, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), yang sedikit lagi akan merayakan panca windu imamatnya ini adalah Praeses/ Direktur Pertama Seminari Menengah Santu Rafael. Kesulitan awal dalam hubungan dengan fasilitas dan situasi yang mendera saat tahun 1984 membuat Pater Yulius harus juga merangkap sebagai Koordinator Prefek.
Angkatan perdana Oepoi berjumlah lima belas orang. Dari kelima belas putra-putra ini, akhirnya lahir dari rahim Oepoi imam sulung seminari ini, yakni Romo Leo Mali, Pr. Setelah Pater Yulius, tercatat ada beberapa imam yang menjabat Praeses yang turut berjasa mendidik para calon imam Oepoi, yakni Pater Lukas Lusi Betan, SVD; Romo Daniel J. Afoan, Pr dan Romo Videntus Atawolo, Pr.
Imam-imam yang pernah menjadi prefek, pembina, dan fondator di Seminari Rafael, yakni Romo Krisostomus Taus, Pr.; Pater Simon Bata, SVD; Pater Willem Laga Udjan, SVD; Romo Stefanus Mau, Pr; Romo Leo Enos Dau, Pr; Romo Hilarius Penga, Pr; Romo Yerimias Siono,Pr; Romo Kristo Crezens Bano Taslulu, Pr dan Romo Fransiskus Umar Atamau, Pr.
Seminari ini juga didukung oleh para guru awam, yang mendedikasikan diri mereka untuk kebutuhan ilmu pengetahuan dan kepribadian putra-putra gereja. Ada juga kongregasi suster-suster CIJ, yang sejak dulu membantu dalam penyediaan tenaga guru, pegawai, dan urusan dapur.
Untuk mendukung pendidikan dan pembinaan para calon imam, maka seminari ini menjalankan dua kurikulum, yakni kurikulum SMA untuk ilmu pengetahuan yang setara dan sama dengan SMA pada umumnya, dan kurikulum khas seminari yang berisi ilmu pengetahuan yang khas Gereja seperti Bahasa Latin, Kitab Suci, Liturgi, Sejarah Gereja, dan Etiket.
Pada awal berdirinya, para seminaris calon imam Oepoi mengikuti kurikulum SMA di SMA Katolik Giovanni Kupang hingga tahun 1992, tahun ajaran 1992/ 1993, Seminari St. Rafael sudah mendirikan dan mengelola SMA sendiri, yang satu dan terintegrir dengan pendidikan calon imam Seminari Menengah. Romo Krisostomus Taus, Pr adalah kepala sekolah pertama SMA Seminari Santu Rafael.

Lima S
Sebagaimana seminari-seminari lain, Seminari Menengah Santu Rafael, juga memperhatikan aspek-aspek fundamental pembinaan calon imam. Tuntutan akan kualitas calon imam yang kelak menjadi imam menjadi alasan utama dalam pembinaan setiap calon imam.
Aspek-aspek itu terangkum dalam Lima S, Scientia (Ilmu Pengetahuan), Sanctitas (Kekudusan), Sanitas (Kesehatan), Sapientia (Kebijaksanaan), dan Solidaritas (Persaudaraan/ Sosialitas). Kelima aspek ini harus terintegrir dalam proses pembinaan sehingga nantinya output-output Oepoi dapat diandalkan dan mampu berkarya sesuai kebutuhan Gereja dan tuntunan zaman.
Sebagai calon imam, kualitas intelektual, kerohanian, kesehatan, kepribadian, dan persaudaraan sangat ditekankan, bahkan menjadi kekayaan diri yang berguan bagi Gereja dan tanah air. Konkretnya, integritas aspek ini melahirkan pribadi calon imam yang cerdas, beriman, sehat jasmani rohani, berkepribadian luhur, dan memiliki semangat persaudaraan yang tinggi.
Idealisme dan optimisme Seminari Menengah Santu Rafael untuk melahirkan dan memunculkan pribadi-pribadi calon imam yang beriman dan berilmu, tentu didukung oleh sarana dan prasarana, ketenagaan, serta aspek-aspek pembinaan, yang secara faktual ada dalam pergumulan tata harian di Komunitas Seminari Oepoi.
Sebagai panti pendidikan calon imam di tengah ibu kota propinsi, model pembinaan seminari yang selaras dengan lingkungan perkotaan harus terus diperhatikan. Aspek-aspek tadi selain sebagai tuntutan dan perhatian dalam pembinaan dan pendidikan, sekaligus menjadi tolok ukur bagi kualitas output Sepoi (Seminari Oepoi).
Dalam semangat doa, ekaristi, karya cinta dan pengorbanan, Seminari Oepoi terus berbenah dan bertumbuh dalam rahim Gereja Keuskupan Agung Kupang. Aspek-aspek pembinaan tadi hendaknya juga menjadi perhatian, bukan saja oleh para pembina, pendidik, dan pengajar, tetapi terutama menjadi tugas dan tanggung jawab setiap pribadi terpanggil di Seminari Rafael. Setiap pribadi calon imam sekiranya tahu dan mau akan berbagai tuntutan gereja dan dunia, dan serta-merta membenahi diri lewat panca aspek tadi.

Untuk Gereja dan Tanah Air
Hingga kini, ketika memasuki usia peraknya, Seminari Santu Rafael Oepoi telah menghasilkan 64 imam untuk gereja lokal dan universal. Ada di antara mereka yang memilih mengabdi untuk gereja lewat Serikat Sabda Allah, dan ada yang memilih untuk mengabdi di gereja lokal Keuskupan Agung Kupang dan keuskupan lain di Indonesia.
Sebagai lembaga pendidikan calon imam yang sangat memperhatikan kualitas kemanusiaan, Seminari Oepoi juga melahirkan alumnus-alumnus awam, yang kemudian mengabdi dalam berbagai bidang hidup.
Jika kita melihat visi seminari dalam terang Imamat Yesus Kristus, maka Seminari Oepoi telah memberi kontribusi bagi tersedianya imam-imam Kristus di dunia. Juga kalau kita melihat secara jujur misi seminari untuk mendidik pribadi-pribadi handal, maka almamater Seminari Santu Rafael juga telah memberi putra-putra jebolannya secara nyata bagi bansa dan tanah air. Ini juga adalah kebanggaan yang patut dihargai, sekaligus harapan dan tantangan untuk diwujudnyatakan oleh putra-putra Rafael. (*)





Secuil Harapan untuk Almamater


Di tengah tuntutan zaman, yang mengharuskan kompetisi dan kompetensi dalam berbagai bidang, Seminari Menengah Santu Rafael seharusnya pula tetap menjaga citra dan kualitasnya sebagai lembaga pendidikan menengah calon Imam.
Di satu sisi, kualitas para calon imam yang selaras zaman harus terus digalakkan, di sisi lain, Seminari sebagai panti pendidikan calon imam, yang menekankan kualitas kepribadian dan kerohanian harus pula diperhatikan dan dijunjung tinggi. Idealnya, para calon imam diasah untuk terampil dalam ilmu pengetahuan, tetapi tidak dengan mengesampingkan pembinaan kerohanian dan kepribadian yang memadai sebagai calon pemimpin gereja masa depan.
Calon imam harus tahu tentang dunia dan isinya, karena ia ada dalam dunia, tetapi ia harus sadar, tahu, dan mau bahwa semangat, jiwa, dan orientasinya bukan dari dunia ini. Ia ada dalam dunia tetapi bukan dari dunia. Hendaknya pula dalam seluruh proses harian di seminari, para fondator, pembina, dan pengajar di Seminari Oepoi hendaknya tahu kebutuhan gereja akan calon imam masa depan.
Momen dua puluh lima tahun ini adalah sebuah saat hening sejenak untuk refleksi dan introspeksi. Pesta perak ini hendaknya menjadi satu kebangkitan baru untuk bergerak menuju pendidikan calon imam yang ideal, yang selaras zaman, berpegang teguh pada gereja, dan yang dikehendaki Allah Sang Pemilik Panggilan Imamat. Kesempatan ini bukan sekadar nostalgia almamater, tetapi sebuah saat kairos untuk tetap berbenah menuju cita-cita panggilan gereja, yakni menjadikan Seminari Santu Rafael sebagai rumah pembinaan yang beriman dan berilmu bagi para biji mata dan jantung gereja.
Semoga sumber air Oepoi terus menyembulkan air panggilan bagi gereja dan dunia. Kiranya Santu Rafael, malaikat agung pelindung kita, senantiasa mengawal kita para calon imam. Bunda Maria Ratu Para Imam dan Calon Imam, senantiasa mendoakan para calon imam Oepoi. Dan, kiranya pula, Tuhan Yesus memberikan berkat melimpah bagi panggilan gereja. Selamat Pesta Perak dan dirgahayulah rumah kita, Seminari Menengah Santu Rafael Oepoi Kupang. (*)
*  Kedua Penulis adalah Alumnus  Angkatan XV dan Frater Top Seminari Menengah Santu Rafael 2007-2009, kini tinggal di Unit Filadelfia Seminari Tinggi Santu Mikhael Penfui Kupang.

POS KUPANG, MINGGU, 20 SEPTEMBER 2009
HALAMAN 11, BIANGLALA


Seminari St. Rafael Rayakan Pesta Perak



                                                                                                                  

KUPANG, Timex-Seminari Menengah Santu Rafael, Oepoi Kupang merayakan Pesta Perak (25 tahun), tepatnya 15 Agustus 2009 lalu. Selama 25 tahun berkarya mendidik calon imam, sudah 65 imam berasal dari sekolah tersebut.
Pembina Seminari Menengah Santu Rafael, Pater Yulius Bere, SVD kepada wartawan di Kupang, Jumat kemarin mengatakan Seminari Menengah Santu Rafael didirikan 15 Agustus 1984 oleh Uskup Keuskupan Kupang, Mgr. Gregorius Monteiro, SVD. “Sedangkan yang membuka secara resmi adalah Gubernur NTT saat itu Ben Mboy dan pengguntingan pita dilakukan Ibu Nafsiah Mboy,” kata Pater Yulius Bere yang saat itu didampingi imam pertama Seminari Menengah Santu Rafael, Romo Leo Mali dan Frater Amanche Ninu.
Dalam usianya yang ke-25, kata Pater Yulius, Seminari Menengah Santu Rafael telah menerima siswa sebanyak 1462 orang. “Namun yang menjadi imam hanya 65 orang dihitung dengan tiga imam yang akan ditabiskan 29 Agustus mendatang. Sehingga benar seperti apa yang dikatakan Yesus bahwa banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih,” kata Pater Yulius.
Sejarah berdirinya sekolah calon imam ini, jelas Pater Yulius, mengalami banyak kendala namun tetap konsisten menjalankan perannya hingga saat ini. Di awal berdirinya hingga delapan tahun, kata Pater Yulius, para siswanya harus bersekolah di SMA Giovanni. “Mereka harus jalan kaki dari Oepoi sampai SMA Giovanni,” katanya.
Hal ini diakui pula oleh imam pertama dari seminari tersebut, Romo Leo Mali, Pr. Romo Leo mengisahkan, di awal berdirinya, jumlah siswa yang diterima sebanyak 15 orang. Namun, dalam perjalanan hingga kelas tiga dan menamatkan pendidikan di seminari hanya empat orang. “Dan kebetulan hanya saya yang ditabis sebagai imam,” katanya.
Menurutnya, kesulitan awal yang dialami membuat para frater di seminari tersebut ulet dan benar-benar siap menjadi calon imam. “Termasuk disekolahkan di luar bergabung dengan siswa dan siswi lainnya yang merupakan ujian tersendiri untuk kami,” katanya.
Berbagai kegiatan dilaksanakan dalam rangka memeriahkan HUT ke-25 Seminari Menengah Santu Rafael tersebut. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut adalah pengobatan gratis, pertandingan dan perlombaan, pameran panggilan dan termasuk juga pentabisan tiga imam baru.
Romo Leo mengharapkan seluruh alumni Seminari Menengah Santu Rafael untuk mengambil bagian dalam rangkaian kegiatan Pesta Perak tersebut. “Kami ajak seluruh alumni di mana pun berada untuk mengambil bagian teristimewa ada pentabisan imam baru nanti,” ajak Romo Leo. (ito)

PENDIDIKAN, TIMOR EXPRESS, SABTU, 19 SEPTEMBER 2009 HALAMAN 5
 


Rabu, 31 Maret 2010

Dengan Foto, Peduli Lingkungan

Guido Umbu Yami dan Xaverius Timo Alupan
Dengan Foto, Peduli Lingkungan

Peduli dan mencintai lingkungan yang hijau, bersih dan sehat tidak saja menjadi perhatian kaum akademisi, politikus, kalangan birokrat, lembaga sosial kemasyarakatan, aktivis lingkungan. Lingkungan juga menjadi perhatian siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, masalah lingkungan pun sudah menjadi isu gereja.
Dua remaja siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Seminari St. Rafael Oepoi, Kupang, Guido Umbu Yami dan Xaverius Timo Alupan memperlihatkan kepedulian mereka melalui foto bertema lingkungan. Dengan foto hasil jepretan mereka, keduanya ingin menunjukkan kepada dunia bukti-bukti aktivitas manusia yang secara langsung sering merusak lingkungan.

Karya foto siswa calon imam ini diikutsertakan dalam Lomba Foto dan Esei Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran, Perantau Konperensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yang bertema Merintis Keadilan dan Perdamaian di Indonesia.
Bangga. Itu sudah pasti bagi Guido dan Xaverius. Tetapi sejatinya, keikutsertaan mereka dalam ajang ini bukan sekadar ikut pamer. Dari lomba ini mereka juga ingin menunjukkan perilaku manusia di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merusak lingkungan. Foto karya mereka berhasil masuk 10 besar nasional dalam lomba tersebut.
Foto karya Guido Umbu Yami bertema pembakaran lahan berhasil menempati posisi II nasional. Sementara foto karya Xaverius Timo Alupan bertema penyumbatan drainase menempati posisi VI. Tak pelak, keduanya bangga luar biasa. Foto-foto mereka terpilih masuk 10 besar dari sekitar 3.000 foto yang masuk ke meja panitia.
Namun prestasi juara dalam lomba tersebut bukan menjadi tujuan dua siswa ini. Mereka hanya ingin menunjukkan bahwa sudah sedemikian parah kerusakan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam.
Kerusakan tersebut diyakini berakibat buruk terhadap manusia seperti halnya foto yang menggambarkan warga di Noelbaki yang merusak hutan dengan cara membakar. “Sebenarnya membuka lahan dengan membakar itu sangat tidak baik. Itu sama dengan merusak ekosistem yang ada yang berdampak pada lingkungan. Bukan saja masa sekarang tapi masa depan juga,” jelas Guido saat ditemui di SMA Seminari St. Rafael, Selasa (18/11/2008).
Selain itu, membakar lahan juga mengakibatkan udara tercemar. Apalagi asap hasil pembakaran ikut menyumbang efek rumah kaca yang berdampak pada penipisan ozon.
Menurut Guido, gambar yang diambil dalam foto tersebut adalah tentang warga Noelbaki yang membuka hutan dengan cara membakar pada bulan Oktober lalu. Gambar tersebut sebenarnya bukan sengaja dicari-cari untuk obyek foto. Tidak. Sangat kebetulan dia melihat ada kebakaran lahan ketika itu. Tanpa diperintah, ia pun mengabadikan peristiwa itu.
Guido menuturkan, pesan yang ingin disampaikannya dalam foto tersebut bahwa saat ini masih ada saja orang yang berperilaku merusak hutan. Sementara di sisi lain banyak orang juga berusaha menyelamatkan lingkungan. Ia ingin agar masyarakat mengetahui bahwa perilaku merusak hutan tersebut masih ada hingga kini. Ia pun prihatin bahwa membakar lahan bisa menyebabkan kobaran api yang tidak terkendali sehingga menyebabkan area kebakaran menjadi luas.
“Masih ada cara lain kalau ingin membuka hutan, seperti mencangkul dan menebang pohon-pohon yang ada, tidak harus dengan cara membakar,” jelas remaja kelahiran Kupang, 30 September 1990 dari pasangan (Alm.) Anton Paliosa dan Rambu Mosa ini.
Harapannya, foto tersebut bisa memberikan inspirasi bagi pihak-pihak terkait agar mengambil langkah-langkah menyadarkan orang-orang atas pelaku pembakaran lahan tersebut. Di sisi lain, pelaku pembakaran pun harus bisa melihat bahwa apa yang dilakukan tersebut bisa berdampak pada bencana lingkungan yang mengerikan. (alf)





Drainase, Saluran Air atau Penyakit?


Selain masyarakat pedesaan yang merusak lingkungan, ternyata warga Kota Kupang juga memiliki tabiat kurang baik. Banyak perilaku warga yang mengakibatkan lingkungan tercemar.
Setidaknya perilaku ini ditunjukkan Xaverius Timo Alupan dengan foto yang bertema saluran drainase yang tersumbat. Obyek foto yang berada di Pasar Oeba-Kupang tersebut diambil pada bulan September lalu.
Foto karya Xaverius ini memperlihatkan drainase yang tersumbat akibat warga sekitar yang membuang sampah sembarangan. Sampah-sampah seperti bekas plastik kresek, bungkusan makanan, bungkusan rokok dan berbagai jenis sampah organik dan anorganik, termasuk sampah plastik menumpuk pada salah satu bagian saluran drainase yang mengakibatkan air limbah rumah tangga tergenang.
Air yang berwarna hitam pekat tersebut, menurut Xaverius, menebar aroma busuk dan menyengat. “Jadi, air yang tergenang itu sudah menjadi sarang penyakit. Sayangnya, warga sekitar belum sadar dengan hal itu,” kata Xaverius yang ditemui di SMA Seminari St. Rafael Oepoi, Kupang, Selasa (18/11/2008).
Menurutnya, tujuan dibuatnya drainase adalah agar limbah rumah tangga dalam bentuk cair tersebut bisa langsung mengalir ke tempat pembuangan akhir atau di ujung drainase tersebut.
Perilaku manusia membuang sampah sembarang mengakibatkan aliran limbah yang sudah mengandung unsur penyakit tersebut terhambat dan membentuk kubangan baru. Terang saja, drainase berubah menjadi sarang penyakit dan membuat pemandangan yang tidak menyenangkan.
Xaverius mengatakan, dengan foto ini dia ingin mengajak orang lain agar tidak seenaknya membuang sampah, apalagi membuangnya ke drainase atau saluran got. “Yang jelas, saya sangat prihatin dengan pemandangan itu. Sebenarnya saluran got ya untuk air, sedangkan sampah harus dibuang di tempat sampah,” jelasnya.
Dari foto karya itu, Xaverius juga ingin mengajak para remaja untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan. Caranya, ya dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat. Remaja juga bisa berkreasi mendaur ulang sampah menjadi benda-benda yang bisa digunakan lagi. Paling tidak, sampah yang ada dipisahkan menjadi sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik). Sampah organik tersebut bisa diolah lagi menjadi pupuk kompos atau pupuk organik. Siapa peduli? (alf)

Pos Kupang, Minggu, 23 November 2008
Halaman 14, Bumi Kita

Rabu, 24 Maret 2010

Motto Seminari Menengah St. Rafael Oepoi Kupang

"Mens Sana in Corpore Sano ad Plantandum Semina Verbi Dei"

(Di dalam Tubuh yang Sehat terdapat Jiwa yang Sehat untuk Menanam Benih-benih Sabda Allah)